Kita sering lihat dan mendengar, bahwa tahni`ah (ucapan selamat) kaum Nasrani adalah : “Marry Christmas and Happy New Year”, “Selamat Natal dan Tahun Baru”. Namun, tunggu dulu. Tidak itu saja… Ternyata kaum pagan Persia yang beragama Majūsî (penyembah api), menjadikan tanggal 1 Januari sebagai hari raya mereka yang dikenal dengan hari Nairuz atau Nurus.
Pesta tahun baru sendiri, merupakan syiarnya kaum Yahūdî .
Rosh Hashanah (bahasa Ibrani: ראש השנה) secara etimologis berarti "permulaan tahun". Hari raya ini adalah satu dari 4 perayaan tahun baru yang dilakukan oleh orang Yahudi.[1] Hari raya ini juga seringkali disebut sebagai Yom Teruah (bahasa Ibrani: יום תרועה Hari Meniup Serunai Shofar), Yom Hazikarom (Hari Mengingat), Yom Hadim (Hari Penghakiman), atau Ianim Nora'im (Hari Pertobatan Sepuluh Hari)[3]. Dirayakan setiap tanggal 1 dan 2 bulan Tishrei, bulan ke-7 dalam Kalender Yahudi (Bulan ke-1 adalah Nisan), mendahului hari raya Yom Kippur yang diperingati tanggal 10 Tishrei. Biasanya dalam kalender Masehi, jatuh sekitar bulan September-Oktober. Pada perayaan ini, ada kebiasaan untuk memakan roti yang dicelupkan pada madu (biasanya dicelupkan pada garam). Hal ini melambangkan harapan untuk tahun baru yang baik dan "manis". Ciri khas lainnya dari perayaan ini adalah ditiupnya serunai yang disebut shofar sepanjang hari di sinagoge sebagai tanda perayaan. Sama seperti orang yang meniup terompet pada malam tahun baru.
Ada lagi yang mengisi kegiatan ini dengan bid’ah-bid’ah yang tidak pernah dituntunkan oleh Rasūlullâh dan tidak pula dikerjakan oleh generasi terbaik, para sahabat dan as-Salaf ash-Shâlih. Mereka melakukan sholât malam (Qiyâmul Layl) berjama’ah khusus pada malam tahun baru saja dan disertai niat pengkhususannya. Ada lagi yang melakukan Muhâsabah atau renungan suci akhir tahun, dengan membaca ayat-ayat al-Qur`ân sambil menangis-nangis. Ada lagi yang berdzikir berjamâ’ah bahkan sampai istighôtsah kubrô. Dan segala bentuk bid’ah-bid’ah lainnya.
Dalîl-Dalîl Pengharamannya
Syaikhul Islâm rahimahullâh berkata :
”Menyepakati kaum kuffâr di dalam perayaan-perayaan mereka tidak boleh hukumnya dengan dua argumentasi dalil, yaitu dalil umum dan dalil khusus. Dalil umumnya adalah, bahwa menyepakati ahli kitâb di dalam perkara yang tidak berasal dari agama kita dan tidak pula berasal dari kebiasaan salaf kita, maka di dalamnya terdapat kerusakan menyepakati mereka dan meninggalkannya terdapat maslahat menyelisihi mereka. Menyelisihi mereka ada maslahatnya bagi kita, sebagaimana sabda Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa sallam : ”Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” Hadîts ini berkonsekuensi akan haramnya menyerupai kaum kuffâr secara mutlak. Demikian pula sabda Nabî, ”Selisihilah kaum musyrikîn”, sedangkan hari raya mereka termasuk jenis amal perbuatan berupa agama atau syiar agama mereka yang bâthil. Adapun dalîl-dalîl khusus tentang (haramnya menyepakati) perayaan kaum kuffâr ada di dalam al-Kitâb, as-Sunnah, al-Ijmâ’ dan al-I’tibar yang menunjukkan atas haramnya menyepakati kaum kuffâr di dalam berbagai perayaan mereka.” [Iqtidhâ` ash-Shirâthal Mustaqîm].
Allôh Azza wa Jalla berfirman
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
”Dan orang-orang yang tidak menyaksikan kepalsuan, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS al-Furqân : 72)
Adapun âtsar sahabat dan ulama salaf dalam masalah ini, sangatlah banyak. Diantaranya adalah ucapan ’Umar radhiyallâhu ’anhu, beliau berkata :
اجتنبوا أعداء الله في عيدهم
”Jauhilah hari-hari perayaan musuh-musuh Allôh.” [Sunan al-Baihaqî IX/234].
’Abdullâh bin ’Amr radhiyallâhu ’anhumâ berkata :
من بنى ببلاد الأعاجم وصنع نيروزهم ومهرجانهم ، وتشبه بهم حتى يموت وهو كذلك حُشِر معهم يوم القيامة
”Barangsiapa yang membangun negeri orang-orang kâfir, meramaikan peringatan hari raya nairuz (tahun baru) dan karnaval mereka serta menyerupai mereka sampai meninggal dunia dalam keadaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat.” [Sunan al-Baihaqî IX/234].
Ikut merayakan bahkan walaupun hanya mengucapkan “selamat” mempunyai konsekuensi yang besar dalam Islam. Memberi selamat termasuk salah satu bentuk keridhaan, kerelaan dan kesenangan atas sesuatu. Nah memberi selamat atas hari raya kaum kafir berarti ridha atas kekafiran mereka. Seorang muslim yang ridha atas kekafiran dikhawatirkan juga akan menjadi kufur seperti orang-orang kafir itu. Sebab pembatal keimaman ada 9 yaitu:
1. Sombong dan menolak beribadah kepada Allah, walaupun dia mengakui kebenaran Islam
2. Syirik dalam beribadah kepada Allah
3. Meminta pertolongan kepada selain Allah, dengan pertolonga yang tidak bisa dilakukan oleh manusia biasa
4. Mendustakan Rasulullah atau membenci yang dibawa oleh beliau
5. TIDAK MENGKAFIRKAN ORANG KAFIR ATAU RAGU TERHADAP KEKAFIRAN MEREKA ATAU MEMBENARAKN MADZHAB MEREKA ATAU RIDHA DENGAN KEKAFIRAN MEREKA.
6. Memperolok-olok Allah, Al Qur’an, para nabi, dan Islam, baik secara serius maupun bercanda
7. Membantu orang kafir dalam memusuhi Islam
8. Meyakini bahwa ada sebagian orang yang boleh keluar dari ajaran Rasulullah (murtad)
9. Meyakini ada yang lebih sempurna dari ajaran Agama Rasulullah
Jadi hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang Muslim terhadap perayaan orang kafir (termasuk perayaan Malam Tahun Baru adalah:
1. Tidak mengingatnya
2. Tidak mengucapkan selamat atasnya kepada siapapun
3. Tidak turut serta membantu acara tersebut sekecil apapun
4. Tidak menghadiri acara tersebut apapun bentuknya
5. Tidak memakan hidangannya
6. Menolaknya dalam hati dan secara zhahir
7. Berlepas diri darinya dan orang-orang yang merayakannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar